Selasa, 29 Mei 2012

masjid tertua pujud lombok


MASJID KUNO RAMBITAN

Namanya Masjid Kuno Rambitan. Kuno. Benar-benar Kuno. Aku menaiki beberapa anak tangga menuju Masjid Kuno yang terletak di Desa Rambitan, Suku Sasak. Melihat kondisi Desa nya pun, terasa sekali terik matahari yang menyengat. Terasa kering dan gersang sekali. Ternyata benar, hujan sudah lama tidak membasahi desa itu.
Hal pertama yang aku lihat adalah sebuah lobang besar yang mirip sumur, dan terdapat 5 anak tangga untuk turun ke dalamnya. Ternyata benar, lobang tersebut dulunya merupakan tempat wudhu para jamaah yang ingin sholat di Masjid tersebut. 5 anak tangga itu maknanya seperti rukun islam, begitu kata seorang pemuda setempat yang menemani kunjungan ku kala itu.
Melihat bangunan mesjidnya yang tidak terlalu besar itu, mataku langsung tertuju pada pintu masuknya yang dibuat rendah, sama hal nya seperti gerbang pagar yang membuat ku harus merunduk untuk masuk ke dalam nya. Artinya, agar para jamaah yang akan sholat saling menghargai jamaah lain yang telah sampai terlebih dahulu di dalam Masjid dan telah duduk di dalam masjid. Selain itu, maknanya adalah mengingatkan manusia akan kematian. Manusia akan masuk ke liang lahat. Selain itu, aku mendapat informasi bahwa pintu masuk itu berada di sebelah Selatan. Karena ketika kita nanti di kuburkan, kita akan dimasukkan dari arah selatan. Aku agak merinding mendapatkan informasi itu, dan membuatku teringat bahwa aku belum juga melakukan ibadah sholat zuhur, padahal saat itu sudah hampir jam tiga waktu indonesia tengah.
Sebelum masuk ke Masjid, aku minta izin untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu. Aku harus ke rumah salah satu warga untuk mengambil air karena ternyata di Masjid itu tidak lagi tersedia air untuk berwudhu. Sejenak aku merasa tak tega untuk membasuh muka ku karena ternyata, fasilitas air belum masuk. Atau mungkin mereka memang sengaja tidak menerima teknologi saluran air dari pemerintah.
Allahuakbar, aku menggemakan takbir dalam hatiku. Melaksanakan Sholat Zuhur di Sebuah Masjid Kuno, Desa Rambitan.
Di dalam masjid ini, semua strukturnya masi asli. Lantainya masi terbuat dari tanah keras. Tidak ada penerangan berupa listrik. Terdapat pula sebuah mihrab dan bedug yang sangat tua. Terdapat empat Soko Guru yang terbuat dari hati kulit pisang. Masjid tersebut tidak mengumandangkan adzan setiap waktu sholat tiba. Hanya sekali seminggu, hari Kamis sore, untuk mengingatkan warga bahwa keesokan harinya adalah hari jumat, waktunya untuk melaksanakan ibadah jumat.
Selesai mendapatkan sejumlah informasi tentang Masjid Kuno ini, aku diajak ke sebuah rumah Warga. Di sana terdapat sebuah Al-quran tua yang merupakan hasil tulisan tangan. Subhanallah, betapa para leluhur kita begitu gigih memuliakan Al-quran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar